Sabtu, 30 Agustus 2014

Sejarah Da'wahIlmu Pengetahuan Islam Ms Bani Abbasiyah

Sejarah Pendidikan Agama Islam Masa Abbasiyah

A. PENDAHULUAN
Sejarah pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam sejatinya telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam itu sendiri. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meneladani model-model pendidikan Islam di masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama-ulama sesudahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Masjid pada masa Nabi bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima duta-duta asing. Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu. Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa.
B. PEMBAHASAN
1. Tujuan pendidikan pada masa Abbasiyah
Pada masa Nabi masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
b. Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat.
c. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
d. Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak  dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini.[1]
2. Tingkat-tingkat Pengajaran
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:

  1. Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di took-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.[2]
  2. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga music.
  3. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan:
1)      Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
2)      Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.[3]
3. Perkembangan ilmu pengetahuan di masa Abbasiyah
Pada masa abbsiyah ini terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain sebagai berikut:

  1. Menerjemahkan buku-buku dari bahasa asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir, dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hewan, dan ilmu falak.
  2. Pengetahuan keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu bahasa semakin berkembang karena di zaman Bani Umayyah usaha ini telah dirintis. Pada masa ini muncul ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy, dan lain-lain.[4]
  3. Sejak upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat-pendapat atau ide baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut :
Ilmuwan untuk mengungkap rahasia alam, yang dimulai dengan mencari manuskrip-manuskrip klasik peninggalan ilmuwan Yunani Kuno, seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip tersebut kemudian dibawa ke Baghdad, lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan yang merangkap sebagai lembaga penelitian, Baitul Hikmah, sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran baru.
Dalam bidang filsafat antara lain tercatat Al-Kindi, Al- Farabi, Ibnu Sina (Avicenna) dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang sains ada Al-Farghani, Al-Biruni, Al-Khawarizmi, Umar Khayyam dan Al-Thusi. Di bidang kedokteran tercatat nama Al-Thabari, Ar-Razi (Rhazes), Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi (Averroes). Di bidang ilmu kimia terkenal nama Ibnu Hayyan. Di bidang optika ada Ibnu Haytsam. Di bidang geografi ada Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, dan Al-Mus’udi. Dalam bidang ilmu kedokteran hewan ada Al-Jahiz, Ibnu Maskawaihi, dan Ikhwanussafa, Ibnu Sina dan seterusnya yang tidak muat lembaran ini jika diurut satu persatu.
Dalam bidang ilmu fiqih terkenal nama Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie, dan Ahmad bin Hanbal. Dalam ilmu kalam ada Washil bin Atha, Ibnu Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi. Dalam ilmu Tafsir ada Al-Thabari dan Zamakhsyari. Dalam ilmu hadits, yang paling populer adalah Bukhari dan Muslim. Dalam ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah Al- Adawiyah, Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan al-Bashri, dan Abu Yazid Al-Bustami.[5]

  1. Sejak Akhir abd ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan politik seperti Khaizura, Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang Sejarah, muncul Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al Muwayid. D I bidang seni musik, Ullayyah dikenal dan sangat tersohor pada waktu itu.
  2. Pada masa bani Abbasiyah, juga terjadi kemajuaan di bidang perdagangan dan melalui ketiga kota ini dilakukan usaha ekspor impor. Hasil idustri yang diekspor ialah permadani, sutra, hiasan, kain katun, satin, wool, sofa, perabot dapu atau rumah tangga, dan lain-lain.
  3. Bidang pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar. Sekitar 30.000 masjid di Bagdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangaan pendidikan pada masa bani abbasiyah dibagi 2 tahap. Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M ) perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai system pendidikan khas Arabia. Tahap kedua (abad ke 11) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab.[6]
4. Kurikulum Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu : pertama, kurikulum pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran membaca, menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair. Ada juga yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal Al-Quran dan mengkaji dasar-dasar pokok agama.
Berikut sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang kurikulum pendidikan pada tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid menceritakan bahwa pada suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari seorang baduwi. Karena merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya pada ibunya. Ibunya berkata kepada Yazid: “…apabila ia sudah berusia lima tahun saya akan menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan mengajarkannya menghapal dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya syair. Dan apabila dia sudah dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik kuda dan memanggul senjata kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong kampungnya untuk mendengarkan suara orang-orang yang minta pertolongan…”.
Kedua, kurikulum pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.[7]


Daftar Pustaka
Basri, Hasan, M.Nur. Peran Islam dalam Kemajuan Eropa. Serambi Indonesia. edisi 19 Maret 2001.
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mamud. 1990. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Zuhairini, Moh. Kasiran. dkk. 1985. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: DEPAG.



[1] Mamud Yunus. 1990. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Hlm. 46 [2] Badri Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 54
[3] Musyrifah Sunanto. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media. Hlm. 57.
[4] Zuhairini, Moh. Kasiran. dkk. 1985. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: DEPAG. Hlm. 88
[5] Hasan Basri, M.Nur, Peran Islam dalam Kemajuan Eropa, Serambi Indonesia, edisi 19 Maret 2001.
[6] Zuhairini, Moh. Kasiran. dkk. 1985. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: DEPAG. Hlm. 99
[7] Ibid, hlm. 100.


MASA KEEMASAN ISLAM BANI ABBASIYAH,FAKTOR-FAKTOR  PENDUKUNG KEEMASAN BANI ABBASIYAH DAN LAHIRNYA TOKOH-TOKOH INTELEKTUAL MUSLIM
I. PENDAHULUAN
            Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat memproses menjalankan tugas yaitu membuat sebuah makalah yang sederhana tapi dengan harapan dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi kita semua.
Pemerintahan Abbasiyah adalah berketurunan daripada al Abbas,paman Nabi SAW. Pendiri kerajaan al Abbas adalah Abdullah as Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al Abbas, dan pendiriannya dianggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW. Agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluaga Rasul dan sanak saudaranya.Tetapi idea ini telah dikialahkan pada zaman permulaan islam dimana pemikiran islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh kaum Muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Tetapi orang-orang Parsi yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan yang suci,terus berusaha meyebarkan prinsip tersebut,sehingga mereka berhasil membawa Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan.
            Semoga Allah SWT memberi keridhaan atas pembuatan makalah sejarah kebudayaan islam tentang masa keemasan bani abbasiyah ini dan dapat menyumbang pengetahuan serta dapat berfaedah bagi kita semua amin.
II. PERMASALAHAN
A.    Bagaimana Latar belakang Dinasti Abbasiyah ?
B.     Bagaimana Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah ?
C.     Siapakah para Khalifah yang mencapai keemasan ?
D.    Apa saja faktor – faktor keberhasilan Bani Abbasiyah ?
E.     Siapa sajakah Tokoh intelektual muslim yang muncul ?
III. DESKRIPSI DATA
A.    Latar Belakang Dinasti Abbasiyah
Nama Dinasti Abbasiyah diambilkan dari nama salah seorang dari paman Nabi Muhammad SAW. Yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muttalib ibn Hasyim. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan islam,sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW. [1]
Pemerintahan Bani Umayyah adalah pemerintahan yang mempunyai wibawa yang besar,meliputi wilayah yang luas.Mulai dari wilayah Sind dan berahir di Spanyol. Namun hanya Dinasti ini hanya bisa bertahan kurang dari 1 abad karena kurang mendapat simpati dari rakyatnya. Hal ini yang menyebabkan munculnya Dinasti Abbasiyah.[2]
B.     Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
1.      Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Proses berdirinya Dinasti Abbasiyah ini diawali dari tahap persiapan dan perncanaan yang dilakukan oleh Ali ibn Abdullah ibn Abbas,seorang zahid yang hidup pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Persiapan yang dilakukan Ali adalah melakukan propaganda terhadap umat islam (utamanya Bani Hasyim).[3]
Propaganda Muhammad ibn Ali mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat karena beberapa faktor yaitu meningkatnya kekecewaan kelompok mawali terhadap Dinasti Bani Umayyah karena selama Dinasti ini berkuasa mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem sosial sementara orang-orang Arab menduduki kelas bangsawan,pecahnya persatuan antar suku bangsa Arab dengan lahirnya fanatisme kesukuan antara Arab utara dengan Arab selatan,timbulnya kekecewaan kelompok agama terhadap pemerintahan yang sekuler karena mereka menginginkan pemimpin negara yang memiliki pengetahuan dan integritas keagamaan yang mumpuni, perlawanan dari kelompok Syiah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Bani Umayyah karena mereka tidak mudah melupakan peristiwa tersebut.[4]
 Sebelum menggulingkan kekuasaan Dinasti Umayyah,para keluarga Abbas melakukan berbagai persiapan dengan melakukan pengaturan strategi yang kuat dan persiapan yang matang juga dukungan yang kuat dari masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan pemikiran matang dan strategi yang dapat memperhitungkan keadaan untuk melakukan gerakan propaganda tersebut.[5]
Ali bin Abdullah bin Abbas kemudian digantikan anaknya Muhammad bin Ali.Pada masa Muhammad bin Ali ini,usaha mendirikan dinasti Abbasiyah semakin meningkat dengan memperluas gerakan antara lain kota al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan organisasi,Kufah sebagai kota penghubung dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Setelah Muhammad bin Ali wafat,beliau digantikan oleh anaknya Ibrahim al-Imam.Guna mempertahankan wilayahnya beliau mengangkat panglima perang Abu Muslim al-Khurasan dan berhasil merebut Khurasan dan mencapai kemenangan.Setelah beliau wafat,perjuangannya diteruskan oleh adiknya yaitu Abu Abbas bin Muhammad bin Ali,beliau ingin merangkul kekuatan dari keluaga lain yaitu Bani Hasyim dan kaum Alawiyin yang tidak pernah mendapat perhatian dan dikucilkan oleh Dinasti Umyyah.
Dengan bergabungnya Bani Hasyim dan Kaum Alawyin maka gerakan Abu Abbas menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Bani Umayyah,melihat posisinya semakin terpojok akhirnya Marwan bin Muhammad,peguasa terakhir Dinasti Bani Umayyah menyelamatkan diri dari kejaran massa menuju ke wilayah Mesir tepatnya di Fustad,disitulah dia mati terbunuh pada tahun 132 H/750 M. Terbunuhnya Khalifah terakhir Bani Umayyah ini menandai era baru dalam perjalanan sejarah pemerintahan islam,kemudian kekuasaan pindah ke tangan penguasa baru yaitu para penguasa yang berasal dari keturunan Hasyim atau keturunan Abbas kemudian Dinasti ini disebut dengan Dinasti Abbasiyah.[6]
2.      Peta Wilayah Islam
Pada masa daulah Bani Abbasiyah ini wilayah islam sangat luas,meliputi wilayah yang dikuasai oleh Bani Umayyah antara lain Saudi Arabia, Yaman Utara, Yaman Selatan, Oman, Uni Emirat, Arab, Quait, Iraq, Iran, Yordania, Palestina (Israel), Libanon, Mesir, Libia, Tunisia, az-Zajair, Maroko, Spanyol, Afganistan, Pakistan.
Sikap politik daulah Abbasiyah berbeda dengan daulah Bani Umayyah sebab dalam daulah Bani Abbasiyah pemegang kekuasaan lebih merata,bukan hanya dipegang oleh bangsa Arab,tetapi lebih demokratis melihat bahwa kekuasaan itu harus dibagi-bagi dalam segala kekuatan masyarakatnya,maka bangsa Persia juga diberi kekuasaan begitu juga bangsa Turki dan lainnya.[7]
3.      Pemerintahan Bani Abbasiyah
Pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khalifah Umayyah dimana pendiri dari khalifah ini adalah keturunan al-Abbas,paman Nabi Muhammad SAW. Yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas dimana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,sosial, dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu,para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
a)      Periode pertama (132-232 H/750-847 M),disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
b)      Periode kedua (232-334 H/847-945 M),disebut periode pengaruh Turki pertama.
c)      Periode ketiga (334-447 H/945-1055 M),Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
d)     Periode keempat (447-590 H/1055-1194 M),disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
e)      Periode kelima (590-656 H/1194-1258 M),masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.[8]
C.     Khalifah – Khalifah Bani Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya.Secara politis,para khalifah betul-betul kokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan, politik, dan agama.Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai keemasan dibawah pimpinan al-Mahdi,al-Hadi,Harun ar-Rasyid,al-Ma`mun,al-Mu`tashim,al-Wasiq dan al-Mutawakil.[9]
1.      Al-Mahdi (775-785 M)
Al-Mahdi dilahirkan di Hamimah pada tahun 126 H. Sewaktu ayahnya al-Mansur mulai menjadi khalifah, al-Mahdi berusia 10 tahun dan Isa bin Musa sebagai putra mahkota bakal pengganti al-Mansur menurut perjanjian yang dibuat oleh Abul Abbas as-Saffah,tetapi al-Mansur berniat untuk mencalonkan anaknya menjadi penggantinya kelak.Karena itu beliau mengambil langkah-langkah untuk mengasuh dan mengajarnya tentang kepahlawanan dan cara-cara memimpin tentara.
Ketika al-Mahdi menjadi khalifah,negara telah dalam keadaan stabil dan mantap,dapat mengendalikan musuh-musuh dan keuangannya pun telah terjamin.Karena itu zaman pemerintahan al-Mahdi terkenal sebagai zaman yang makmur dan hidup dalam kedamaian.
Al-Mahdi telah memerintah supaya dibangun beberapa buah bangunan besar di sepanjang jalan yang menuju ke Makkah sebagai tempat persinggahan para musafir,memerintahkan supaya dibuat kolam-kolam air untuk kepentingan kelompok-kelompok kafilah dan hewan-hewan mereka dan mengadakan hubungan pos di antara kota Bagdad dan wilayah-wilayah islam yang terkemuka.[10]
2.      Al-Hadi (775-786 M)
Al-Hadi adalah khalifah pengganti al-Mahdi yang merupakan anaknya sendiri,pada tahun 166 H al-Mahdi melantik pula anaknya yang seorang lagi yaitu Harun ar-Rasyid sebagai putra mahkota bakal pengganti al-Hadi.Kalau al-Mahdi wafat,al-Hadi dilantik menjadi khalifah yang menggantikannya secara resmi.
Khalifah al-Hadi ialah khalifah yang tegas,walaupun beliau gemar berhibur dan bersenda gurau,tetapi semua itu tidak melalaikannya dari memikul tanggung jawab.[11]
Seperti yang telah diketahui khalifah al-Hadi adalah seorang yang berhati lembut, berjiwa bersih, berakhlak baik, baik tutur katanya, senantiasa berwajah manis dan jarang menyakiti orang.[12]
3.      Harun ar-Rasyid (785-809 M)
Harun ar-Rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun 145 H,ibundanya adalah Khaizuran,bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi.Beliau telah dibesarkan dengan baik sewaktu beliau diasuh agar berpribadi kuat dan berjiwa toleransi.Ayahanda beliau al-Mahdi telah memikulkan beban yang berat,bertanggung jawab memerintah negeri dengan melantik beliau sebagai amir di Saifah pada tahun 163 H.Pada tahun 164 H beliau dilantik memerintah seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di Afrika Utara.Harun ar-Rasyid telah melantik pula beberapa orang pegawai tinggi ,mewakili beliau di kawasan-kawasan tersebut.[13]
Pribadi dan akhlak Khalifah Harun ar-Rasyid adalah baik dan mulia yang menyebabkan beliau sangat dihormati dan disegani.Beliau adalah salah seorang khalifah yang suka bercengkrama,alim dan dimuliakan.Selain itu,beliau juga terkenal sebagai seorang pemimpin yang pemurah dan suka berderma.Beliau juga menyukai musik,ilmu pengetahuan dan dekat dengan para ulama serta penyair.
 Pada zaman pemerintahan Harun ar-Rasyid,Baitul Mal ditugaskan menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang cukup serta pakaian musim panas dan musim dingin.Sebelum itu khalifah al-Mahdi juga berbuat demikian tetapi dengan nama pemberian,sementara Khalifah Harun ar-Rasyidmenjadikannya suatu tugas  dan tanggung jawab Baitul Mal.
Khalifah Harun ar-Rasyid mampu membawa negeri yang dipimpinnya ke masa kejayaan, kemakmuran dan kesejahteraan. Berikut usaha Harun ar-Rasyid selama masa pemerintahannya:
·         Mengembagkan bidang ilmu pengetahuan dan seni.
·         Membangun gedung-gedung dan sarana sosial.
·         Memajukan bidang ekonomi dan industri.
·         Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.[14]
4.      Al-Ma`mun (813-833 M)
Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abdul Abbas al-Ma`mun, adalah anak dari Khalifah Harun ar-Rasyid yang dilahirkan pada tanggal 15 Rabiulawal tahun 170 H/786 M.Kelahirannya bertepatan dengan wafat kakeknya yaitu Musa al-Hadi,juga bersamaan dengan waktu ayahnya diangkat menjadi khalifah.Adapun ibunda al-Ma`mun adalah seorang bekas hamba sahaya yang bernama Marajil.[15]
Selain sebagai seorang pejuang yang pemberani beliau juga sebagai seorang pengusaha yang bijaksana.Semangat berkarya, bijaksana, pengampun, adil, cerdas merupakan sifat-sifat yang menonjol dalam pribadi al-Ma`mun.
Khalifah Abdullah al-Ma`mun selama menjabat sebagai pemimpin Daulah Abbasiyah telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan hal-hal sebagai berikut :
·         Menghentikan berbagai gerakan pemberontakan untuk menciptakan stabilitas dalam negeri.
·         Penertiban administrasi negara untuk penataan kembali sistem pemerintahan.
·         Pembentukan badan negara.
·         Pembentukan Baitul Hikmah dan Majlis Munazarah.[16]
Lembaga Baitul Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan (daur al-kutub), yang tampaknya juga aktif disana para guru, para ilmuan, disamping aktivitas Penerjemahan, penulisannya dan penjilidannya.[17]
5.      Al-Mu`tashim (833-842 M)
Abu Ishak Muhammad Al-Mu`tashim lahir pada tahun 187 H.Ibunya bernama Maridah.Beliau dibesarkan dalam suasana ketentaraan,karena sifat berani dan minatnya untuk menjadi pahlawan. Di masa pemerintahan al-Ma`mun, al-Mu`tashim merupakan tangan kanannya dalam menyelesaikan kesulitan dan memimpin peperangan. Al-Ma`mun juga melantik al-Mu`tashim sebagai pemerintah di negeri Syam dan Mesir,kemudian melantiknya pula sebagai putra mahkota. Al-Mu`tashim menyandang jabatan khalifah sesudah wafatnya, al-Ma`mun.[18]
Khalifah pindah bersama korp-korps kayangannya ke Samara.Di sana beliau mendirikan istana,masjid dan sekolah-sekolah.Tidak lama kemudian Samara mulai megah seperti Baghdad,tetapi beliau tidak pernah menggantikan Baghdad sebagai pusat intelektual yang besar.Hal ini juga didukung oleh kondisi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini berkembang dengan pesat,bukan hanya ilmu pengetahuan umum tetapi ilmu pengetahuan agama.[19]
6.      Al-Watsiq (842-847 M)
Al-Watsiq dilahirkan pada tahun 196 H,ibunya keturunan Roma bernama Qaratis.Al-Watsiq berperibadi luhur,berpikiran cerdas dan berpandangan jauh dalam mengurus segala perkara.Bapaknya telah memberinya kekuasaan di Baghdad,ketika al-Mu`tashim berpindah ke Samara bersama-sama dengan angkatan tentaranya kemudian melantiknya sebagai putra mahkota bakal khalifah.Al-Watsiq telah menyandang jabatan khalifah setelah wafatnya al-Mu`tashim,ayahnya.[20]
Al-Watsiq adalah penguasa yang sangat cakap, pemerintahannya mantap dan penuh perhatian, beliau banyak memberikan uang dan menolong ilmu pengetahuan sepenuhnya, industri maju dan perdaganagn lancar.
7.      Al-Mutawakkil (847-861 M)
Ja`far al-Mutawakil adalah putra al-Mu`tasim Billah (833-842) dari seorang wanita persia.Beliau menggantikan saudaranya al-Watsiq. Selama masa pemerintahannya al-Mutawakil menunjukkan rasa toleran terhadap sesama. Al-Mutawakkil mengandalkan negarawan Turki dan pasukannya untuk meredam pemberontakan dan memimpin pasukan menghadapi pasukan asing. Al-Mutawakkil wafat pada tanggal 11 Desember 861 M.[21]
D.    Faktor-Faktor Keberhasilan Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya karena terdapat beberapa faktor diantaranya adalah :
1)      Islam makin meluas tidak di Damaskus tetapi di Baghdad.
2)      Adanya perkembangan ilmu pengetahuan.
3)      Dalam penyelenggaraan negara pada masa Bani Abbasiyah ada jabatan wazir. [22]
4)      Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia dan berharga.Para khalifah membuka kesempatan pengembagan pengetahuan seluas-luasnya.
5)      Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang.
6)      Daulah Abbasiyah,berbakat  usaha yang sungguh-sungguh membangun ekonominya.Mereka memiliki pembendaharaan yang berlimpah-limpah disebabkan penghematan dalam pengeluaran.
7)      Para khalifah banyak mendukung perkembangan ilmu pengetahuan sehingga banyak buku-buku yang dikarang dalam berbagai ilmu pengatahuan,serta buku-buku pengetahuan berbahasa asing diterjemahkan kedalam bahasa Arab.[23]
8)      Adanya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, asimilasi itu berlangsung efektif dan bangsa-bangsa tersebut memberi saham pengetahuan yang bermanfaat.[24]
E.     Lahirnya Tokoh Intelektual Muslim
1.      Bidang Filsafat
a.       Al-Khindi (811-874 M)
Abu Yusuf Ishak Al-Khindi,beliau terkenal sebagai filsuf muslim pertama.Beliau mengarang sebanyak kurang lebih 236 buah kitab tentang ilmu mantik, filsafat, handasah, hisab, musik, nujum, dan lain-lain. Diantara karyanya adalah Kimiyatul Itri, Risalah fi Faslain, Risalah fi Illat an Nafs ad Damm dan lain-lain.
b.      Al-Farabi (870-950 M)
Abu Nashr Muhammad bin Muhammad Tarkhan Al-Farabi,nama filsuf al-Farabi menjadi terkenal setelah masa al-Khindi.Beliau lahir di Farab pada tahun 870 M dan wafat di Damaskus pada tahun 95 M.Diantara karyanya yaitu Tahsilus Sa`adah,Assiyasatul  Madaniyah,Tanbih ala Sabilis Sa`adah dan lain-lain.
c.       Ibnu Sina (980-1037 M)
Ar-Rais Abu Ali Husain bin Abdullah yang lebih terkenal dengan Ibnu Sina.Beliau lahir di Afsyanah,Bukhara pada tahun 980  M,dan wafat di Hamdan pada tahun 1037 M.Beliau adalah seorang dokter dan filsuf ternama.Ibnu Sina meninggalkan karyanya sebanyak kurang lebih 200 buah.Diantara karya buku filsafatnya adalah Al Isyarat wa At Tanbihat, Mantiq Al Masyriqiyyin dan lain-lain.[25]
d.      Ibnu Bajjah (453-523 H)
Abu Bakar Muhammad bin Yahya atau Ibnu Bajjah .Beberapa karyanya yang bernilai tentang filsafat, antara lain Tadbirul Mutawahhid, Fi an Nafs, dan Risalatul Ittisal.
e.       Ibnu Rusyd (529-595 H)
Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusydi lahir pada tahun 520 H di Kordova.Diantara karyanya dalam bidang filsafat adalah Mabadiul Falasifah, Tahafutut Tahafut, Kulliyan dan lain-lain.
f.       Ibnu Thufail (225-287 H)
Abu Bakar bin Abdul Malik bin Thufail,beliau adalah salah seorang murid Ibnu Bajjah.Diantara karangannya adalah  Hayy bin Yaqzan.
g.      Al-Ghazali (1058-1111 M)
Abu Hamid bin Muhammad at-Tusi al-Ghazali lahir pada tahun 1058 M dan wafat pada tahun 1111 M.Diantara karyanya adalah Tahafutul Falasifah, Ar-Risalatul Qudsiyah dan Ilya Ulumuddin.[26]
2.      Bidang Kedokteran
a.       Ibnu Sina (980-1037 M)
Selain sebagai filsuf beliau juga terkenal sebagai seorang dokter.Diantara kitabnya adalah Asy Syifa` dan Al Qonun Fitthibb.
b.      Ar-Razi (194-264 H)
Abu Bakar bin Zakaria ar-Razi,beliau adalah seorang dokter yang paling masyhur di zamannya,beliau menjadi ketua dokter di Baghdad.Diantara kitab karangannya adalah Al Hawi dan Fi Al Judari Wa Al Hasbat.
c.       Ibnu Baytsar (810-878 M)
Beliau adalah ahli farmasi dan kimia. Karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni, Mizanut Thabib dan Jami` Mufradtil Adwiyah wa Aghniyah.[27]
d.      Bidang Matematika
Dalam bidang ini salah satu ahlinya adalah al-Khawarizmi.Buku pertamanya adalah Al-Jabar (buku pertama yang membahas solusi sistematik dari lnier dan notasi kuadrat),sehingga beliau disebut sebagai Bapak Aljabar.Kata aljabar berasal dari kata aljabr,satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat.[28]
IV. ANALISIS
            Dinasti Abbasiyah adalah bentuk kekuasaan pemerintahan yang bekerja meneruskan pemerintahan Bani Umayyah.Disebut Abbasiyah karena para perancang dan pendirinya adalah keluarga Abbas (Bani Abbas) bin Abdul Mhuthalib yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW.
            Dinasti Abbasiyah merupakan imperium islam yang pertama kali mencapai kemajuan yang sangat pesat di dalam ilmu pengetahuan dan sains.Hal ini terjadi karena para khalifahnya sangat peduli dan perhatian terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.Usaha awal dimulai dari dibangunnya berbagai lembaga keilmuan seperti kuttub,masjid,madrasah,majlis munazarah dan yang paling mendukung adalah dibangunnya Baitul Hikmah sebagai pusat penerjemah,perpustakaan,penelitian,serta perguruan islam yang mampu memunculkan para ilmuan islam atau tokoh intelektual muslim.
 Para pemimpin pada masa bani Abbasiyah mempunyai kesadaran ilmu yang sangat tinggi,hal ini ditunjukkan masyarakatnya yang antusias dalam mencari ilmu,penghargaan yang tinggi bagi para ulama,para pencari ilmu,tempat – tempat menuntut ilmu,banyaknya perpustakaan – perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum yang dibangun oleh para khalifah pada waktu itu,tradisi intelektual inilah yang seharusnya kita contoh,sebagai usaha sadar keilmuan kita dalam mengejar ketertinggalan dan segera  lepas dari keterpurukan.
            Perkembangan dan kemajuan Daulah Abbasiyah memberikan pelajaran yang sangat berharga akan pentingnya persatuan dan kesatuan masyarakat demi tercapainya pertahanan dan keamanan sebuah pemerintahan islam agar dapat dengan tenang dalam menciptakannya.
V. KESIMPULAN
v  Daulah Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang.Para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
a.       Periode pertama disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
b.      Periode kedua disebut periode pengaruh Turki pertama.
c.       Periode ketiga disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
d.      Periode keempat disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
e.       Periode kelima
v  Khalifah – Khalifah Bani Abbasiyah yang mengalami perkembangan adalah :
1.      Al-Mahdi
2.      Al-Hadi
3.      Harun ar-Rasyid
4.      Al-Ma`mun
5.      Al-Mu`tashim
6.      Al-Watsiq
7.      Al-Mutawakkil
v  Faktor-Faktor Keberhasilan Bani Abbasiyah
a.       Islam makin meluas tidak di Damaskus tetapi di Baghdad.
b.      Adanya perkembangan ilmu pengetahuan.
c.       Dalam penyelenggaraan negara ada jabatan wazir.
d.      Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya.
e.       Banyak buku asing yang diterjemahkan kedalam bahasa Aarab.
v  Tokoh intelektual muslim
1.      Bidang Filsafat
a.       Al-Khindi
b.      Al-Farabi
c.       Ibnu Sina
d.      Ibnu Bajjah
e.       Ibnu Rusyd
f.       Ibnu Thufail
g.      Al-Ghazali
2.      Bidang Kedokteran
a.       Ibnu Sina
b.      Ar-Razi
c.       Ibnu Baytsar
3.      Bidang Matematika
Al-Khawarizmi
VI. PENUTUP
            Demikianlah makalah yang dapat saya buat semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya amiin dan saya yakin makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah selanjutnya.Jika ada kesalahan saya mohon maaf dan atas perhatiannya saya mengucapkan terimakasih.

1 komentar:

  1. Titanium vs Stainless Steel - The Tithron Team
    Titanium is a graphite-based alloy which is then spun to form the alloy in titanium apple watch band a spin. polished titanium The titanium core microtouch titanium holds its own weight and babyliss pro titanium shape, titanium properties

    BalasHapus